ISTIMEWA/SUMUT POS
JAKARTA, AFU.ID – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) memulangkan 141 warganya yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar ke keluarga masing-masing.
Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan, menyatakan bahwa ke-141 korban tersebut merupakan bagian dari 423 orang yang dipulangkan oleh Pemerintah Pusat dari berbagai provinsi. Mereka tiba di Bandara Internasional Kualanamu pada Minggu (23/3).
Seluruh korban sebelumnya diterbangkan dari Myanmar ke Jakarta pada 18-19 Maret, sebelum akhirnya diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing. Dari total warga Sumut yang dipulangkan, sebanyak 106 orang kembali secara mandiri, sementara 34 lainnya difasilitasi oleh Pemprov Sumut.
“Mereka merupakan korban TPPO di sektor penipuan daring (online scam), terdiri dari 120 laki-laki dan 21 perempuan. Dari jumlah tersebut, 33 orang tiba di Bandara Kualanamu hari ini, sedangkan sisanya sudah pulang mandiri, dan satu orang lagi akan dipulangkan besok dengan bus yang kami sediakan,” ujar Effendy Pohan.
Ia berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang dan mengingatkan anak-anak muda agar lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri dengan gaji besar, terutama jika dilakukan secara ilegal.
“Setiap orang berhak mencari pekerjaan, tetapi harus tetap selektif agar tidak menjadi korban. Ini menjadi perhatian bagi semua pihak, termasuk para pemangku kepentingan,” tambahnya.
Ketua Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Sumut, Harold Hamonangan, juga menekankan pentingnya mengikuti prosedur resmi sebelum bekerja di luar negeri.
“Kerja di luar negeri harus sesuai aturan yang berlaku agar kasus seperti ini tidak terus berulang,” jelas Harold.
Salah satu korban, Dio, warga Kota Medan, mengaku tertipu dengan iming-iming gaji Rp16 juta per bulan. Karena sulit mendapatkan pekerjaan di Indonesia, ia tergoda untuk bekerja di Myanmar. Namun, kenyataannya jauh dari harapan.
“Saya menyesal karena tergiur gaji besar. Mereka menjanjikan Rp16 juta per bulan dan semua fasilitas ditanggung, tetapi ternyata kondisinya seperti neraka. Saya berharap tidak ada lagi anak muda yang terjebak dalam pekerjaan ilegal seperti saya,” kata Dio.