Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar. (Suara.com/Faqih)
JAKARTA, AFU.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menindaklanjuti laporan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terkait dugaan korupsi sumber daya alam (SDA) yang melibatkan 47 perusahaan. Dugaan korupsi ini disebut telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp 437 triliun serta merusak lingkungan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa laporan tersebut telah diterima dan akan dikaji lebih lanjut sebelum menentukan langkah hukum. Laporan ini disampaikan melalui Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung dan akan diteruskan kepada pimpinan bidang terkait.
Pada Jumat, 7 Maret 2025, Walhi melaporkan puluhan perusahaan yang bergerak di berbagai sektor, seperti perkebunan sawit skala besar, pertambangan, kehutanan, pembangkit listrik, penyedia air bersih, serta pariwisata. Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi, menegaskan bahwa investigasi tidak hanya dilakukan terhadap kasus per kasus, tetapi juga untuk mengungkap pola dan modus operandi kartel yang mengkonsolidasikan praktik korupsi ini. Ia menambahkan bahwa eksploitasi SDA yang melibatkan korupsi telah berlangsung lama dan mengancam kelestarian sekitar 26 juta hektar hutan Indonesia.
Walhi mengungkap berbagai modus operandi yang digunakan perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk manipulasi revisi tata ruang untuk mengubah status kawasan hutan, gratifikasi dalam bentuk pembiaran aktivitas ilegal, serta pemberian izin yang bertentangan dengan aturan tata ruang. Selain itu, organisasi ini juga menyoroti praktik state capture corruption, yaitu korupsi struktural di mana regulasi dirancang untuk mengakomodasi kepentingan eksploitasi SDA dan memberikan pengampunan terhadap pelanggaran lingkungan.
Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Raden Rafiq, melaporkan empat perusahaan di sektor sawit dan tambang yang diduga terlibat dalam korupsi SDA. Menurutnya, keempat perusahaan ini hanyalah sebagian kecil dari banyaknya entitas yang melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan serta hak masyarakat adat dan petani lokal.
Sementara itu, Direktur Walhi Maluku Utara, Faisal Ratuela, menyoroti dampak eksploitasi SDA di wilayah pesisir dan kepulauan kecil, terutama akibat pertambangan nikel yang telah merusak wilayah tangkap nelayan dan mencemari lingkungan. Ia mendesak Kejaksaan Agung untuk segera menegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi di sektor ini. Faisal juga mengungkap bahwa Maluku Utara menempati peringkat pertama sebagai provinsi terkorup di Indonesia berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).