(Tangkapan layar YouTube.)
JAKARTA, AFU.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menyita uang yang ditemukan di bawah kasur rumah tersangka AM (Ali Muhtarom) di Jepara, Jawa Tengah. Ali Muhtarom, yang menjabat sebagai anggota majelis hakim, adalah salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan pada 13 April 2025 setelah Ali Muhtarom berkomunikasi dengan keluarganya. Dari situ, ditemukan uang yang disimpan di bawah tempat tidur. Penyidik menyita 3.600 lembar uang pecahan 100 dolar AS, yang diperkirakan setara dengan sekitar Rp5,5 miliar. Uang tersebut kini disimpan di bank.
Dalam kasus ini, Ali Muhtarom diduga menerima uang suap sejumlah Rp6,5 miliar terkait dengan putusan lepas dalam kasus korupsi CPO. Namun, Harli menyatakan bahwa asal-usul uang yang ditemukan masih dalam penyelidikan. Pihak penyidik sedang mendalami apakah uang itu merupakan bagian dari aliran suap atau hanya simpanan pribadi.
Dalam video penggeledahan yang dibagikan oleh Kejagung, tampak penyidik membuka sebuah koper yang disimpan di dalam karung dan berisi tumpukan uang dolar AS dalam dua plastik. Kejagung telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, termasuk Wahyu Gunawan (WG), Marcella Santoso (MS), Ariyanto (AR), Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), Ali Muhtarom (AM), dan Muhammad Syafei (MSY).
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, menyatakan bahwa Ali Muhtarom menerima uang suap dari Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Arif Nuryanta menerima suap sebesar Rp60 miliar dari Muhammad Syafei (MSY), yang merupakan tim legal Wilmar Group, melalui perantara Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara. Selain Ali Muhtarom, Djuyamto dan Agam Syarif Baharuddin juga menerima suap yang diduga untuk mempermudah putusan lepas terhadap korporasi terkait, termasuk PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.