Search
Search
Close this search box.
Berita Partai Politik Politik

Deddy Sitorus: Permintaan Maaf PDIP atas Kehadiran Jokowi di Panggung Politik

AFU. id – Ketua DPP PDIP, Deddy Yevry Sitorus, menyampaikan permintaan maaf atas peran partainya dalam menghadirkan Joko Widodo (Jokowi) ke panggung politik Indonesia. Ia menyebut kehadiran Jokowi sebagai “dosa” PDIP, meskipun menegaskan bahwa partainya tidak bertanggung jawab atas semua tindakan Jokowi selama menjabat.

“Terus terang, mohon maaflah Jokowi hadir dalam panggung politik, itu dosa kami. Tapi kan kita tidak berdosa dengan semua kelakuannya,” ujar Deddy dalam rilis survei Nagara Institute bertema “Toleransi Pemilih Terhadap Politik Dinasti pada Pemilu dan Pilkada 2024” yang dikutip dari kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored pada Kamis, 19 Desember 2024.

Deddy menolak pandangan bahwa PDIP harus bertanggung jawab sepenuhnya atas tindakan Jokowi, termasuk dugaan merusak demokrasi di akhir masa jabatannya sebagai presiden.

“Masa kita harus tanggung jawab juga? Yang benar saja, dia bertanggung jawab sendiri kepada Tuhan,” katanya, seperti dilansir CNN Indonesia.

PDIP merupakan kendaraan politik Jokowi sejak pencalonannya sebagai Wali Kota Solo pada 2005, dilanjutkan dengan Pilgub DKI 2012, dan dua kali pemilihan presiden pada 2014 dan 2019. Namun, hubungan antara Jokowi dan PDIP memburuk pada Pilpres 2024, ketika Jokowi mendukung putranya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, yang bertentangan dengan keputusan partai.

Pada 4 Desember 2024, PDIP secara resmi memecat Jokowi dan keluarganya dari partai.

Kerusakan Demokrasi

Deddy menilai kerusakan demokrasi tidak seharusnya disalahkan pada rakyat, tetapi pada elite politik dan partai.

“Siapa yang merusak? Rakyatnya? Ya elitenya, calonnya, partainya. Karena pelembagaan partai politik tidak berjalan dan rekrutmen juga tidak dilakukan dengan baik. Itu masalah besar, jadi jangan salahkan rakyat,” tegasnya.

Ia juga menyebut bahwa masyarakat merasa elite politik jarang hadir dalam kehidupan mereka kecuali saat membutuhkan suara.

“Masyarakat berpikir, ‘Loe kan dapat gaji, dapat privilege, masa kita enggak dapat apa-apa.’ Akhirnya orang berpikir seperti itu,” ujar Deddy.

X